Wednesday, September 12, 2007

Happy (belated) birthday, Pangeran Gimbal (ku)!

Sesosok tubuh melenggang santai disuatu senja menuju malam di kawasan blok M. Saat ku tengok, deeeggghh……jantungku mau lepas dari dada rasanya.

Terbelalak melihat langkahnya yang khas, teriakannya yang bebas, dan…o la la……rambut gimbal sepanjang punggung!. Bukan sekedar gimbal, tapi gimbal banged! Dan panjang….. mengalahkan rambut gimbalnya Bob Marley.

Aku tertegun, ragu antara menyapa dan menghindarinya.
Benarkah itu “dia”? Masih adakah “dia”? Seseorang yang kukenal baik, kupahami dengan sangat, kuanggukkan kepala bagaikan kerbau dicocok hidungnya setiap mendengar “kotbah”nya…. Betapa lama tak sua, satu dasawarsa kiranya.

Setengah ragu aku menyapa, dan dengan antusias dia menyambut dan meneriakkan namaku. Ber “hai gimana kabarnya” dan bla bla bla, memutar kaset lama kenangan masa muda. Hmmm… kiranya tak berubah dirimu, kecuali kecintaan pada surgafanamaya, keberhasilan merintis jejak di pariwara, memancang masa depan dalam sebuah toko pakaian (metal) di blok M. Semoga benar demikian adanya.

Masih tertegun aku kala kutemu, kau tetap tak kaku meyakinkan aku dengan kotbahmu. Masih di topik yang sama, masih di pergumulan yang sama, masih di mimpi yang sama. Oh Bapa, adakah KAU dengar ratapnya? Atau, KAU sunggu tau (seperti biasanya) bahwa merananya adalah suka – suka, hanya sebuah pemberontakan jiwa?

Dengan antusias kau bercerita soal keluarga, Mama, Papa yang telah dipanggil Bapa di Surga, semua. Tak lupa pesan Mama untuk menemukanku.

“What for?,” tanyaku tak mengerti
“Dunno, call her..,” jawabnya singkat, namun sarat permintaan untuk melaksanakan amanat (Mama)
“OK, someday…may be,” sahutku santai
“May be there will be never another day,” katanya serius

Gak nyangka, memang…. Bahwa dia gak berubah banyak…
But he must know that people changed, included me.

Whatever…..
Whatever, Buddy… you always my “big” Buddy

Happy (belated) birthday, Pangeran Gimbal (ku)!

it's life, my fiend! -2

seorang wanita muda menggendong bocah lelaki kecil umur setahun-an. perempuan ini ber penampilan kurus, mengenakan celana pendek yang sedang model, kaos lengan pendek dengan kancing depan, kulit "mruntus" (bersisik dan bintik2 nyamuk-an), physically gambaran "orang jalanan" sekali (walaupun dibalut baju yang "fashionable enough").

dengan prakata yang biasa diucapkan pengamen, dia memulai menyanyi dengan memetik gitar kecil khas bawaan pengamen jalanan. dia asyik menyanyi, mata lurus kedepan, dan digendongannya bocah lelaki kecil itu asyik terkantuk-kantuk menetek dan nempel didada ibunya. sambil nyender ke pintu, ibu muda ini terus menyanyi, sementara si anak mulai terlelap dengan mulut nempel di payudara sang ibu.

personally, saya terkesiap dengan pemandangan ini. Entah karena saya lagi sentimentil atau memang baru dua bulanan "mengkonsumsi" angkutan umum, pemandangan itu membuat hati benar-benar teriris (karena "melihat" ketidakberuntungan hidup bocah itu, dan perjuangan ibunya demi bisa tetap "hidup").
saya melihat wajah perempuan itu, mencoba mendalami yang dia rasakan ketika mengamen dengan anak dalam gendongan (entah sengaja untuk menarik ke-iba-an atau memang begitulah hidupnya), menetek-i sambil berjuang demi kelangsungan hidup. malukah dia? cu-x? sengaja, berharap orang2 kasian melihat tampilannya? whatever......

wahai nak, kau gak pernah minta untuk lahir dan besar dengan "environment" seperti yang kau jalani bukan? setelah kau lancar jalan dan bicara, giliranmukah membantu ibu dan dirimu sendiri dengan "meniti karir" dijalur yang sama? tentu bukan pilihan buatmu ya, pasti "enggak banget" kan??
perasaan keibuan dan sebagai perempuan saya membuat saya "mbrabak" (berkaca-kaca) dan gak tahan untuk gak ngasih sedekah ke perempuan muda tersebut.

salahkah saya bersedekah?
menurut para bijak cendekia, gerakan belas kasih jangan ditahan...dan memberi tak perlu menghitung dan menyangka mengapa, buat apa, buat siapa/setor siapa, dst...
saya "terbiasa" memberi disaat hati saya gak nahan oleh gerakan belas kasih (jadi gak selalu memberi kepada setiap para peminta).

"Perda Sutiyoso" terbaru mengenai tindakan terhadap kaum gelandangan, pengamen, pengemis di Jakarta ini patut direnungkan kembali, apakah sudah solve the problem, atau malah salah sama sekali; mengingat dalam UUD 1945 jelas-jelas disebutkan bahwa "Fakir miskin dan rakyat jelata wajib dipelihara oleh negara".

Come on, yang adil dong...
yang make sense dong....
yang bijak dong...
dan...mesti tanggungjawab dong!